Sabtu, 10 November 2012

LATAR BELAKANG LITERER DAN KULTURAL SASTRA APOKALIPTIK




Pendahuluan

Apokaliptik merupakan salah satu jenis sastra dalam Alkitab. Ini berarti bahwa sastra apokaliptik merupakan sebuah komposisi yang ditulis dengan sebuah ‘aturan’ dan kesepakan tertentu sehingga perlu dibaca dengan aturan tertentu juga . Namun jenis sastra ini sering tidak dipahami dengan baik sehingga ditafsirkan secara keliru. Padahal gagasan apokaliptik yang merupakan salah satu kategori berpikir alkitabiah itu mempunyai pengaruh yang amat besar dalam masyarakat sampai saat ini. Beberapa denominasi Kristen mengadopsi gagasan ini dalam kadar dan bentuk yang berbeda . Contohnya adalah “Pondok Nabi” di Bandung, sekte Branch Davidian, dan Peoples Temple. Juga muncul novel dan film yang bertemakan apokaliptik seperti Left Behind karya Tim LaHaye-Jerry B. Jenkins .

Untuk dapat memahami dengan baik tentang gagasan apokaliptik ini, salah satu hal yang perlu diketahui adalah latar belakang literer dan kultural sastra apokaliptik. Karena itu paper ini akan secara khusus membicarakan tentang hal tersebut. Sehubungan dengan itu beberapa persoalan yang akan dijawab adalah dari mana gagasan apokaliptik ini berasal?; apakah merupakan gagasan asing atau lokal?; dan apa relasinya dengan tradisi kenabian? Setelah membaca dan membandingkan beberapa buku, sumber utama yang akan dipakai adalah sebuah bab yang berjudul Apokalyptic: Ist Birth and Growth dari buku Divine Disclosure: An Introduction to Jewish Apocalyptic karya D.S. Russell. Buku ini sengaja dipilih karena cukup banyak membahas tentang apokaliptik yahudi yang menjadi akar tradisi apokaliptik dalam Kitab Suci.

Latar Belakang Sejarah Apokaliptik

Kitab-kitab apokaliptik yang berasal dari periode intertestamen merupakan suatu catatan tentang peristiwa sejarah dari tahun 250 SM sampai 100 M, sekaligus memuat tanggapan iman bangsa Israel ketika berhadapan dengan berbagai bentuk krisis dan tirani pada masa itu. Oleh karena itu kitab-kitab ini tidak dapat dipahami dengan baik bila dilepaskan dari pengaruh religius, politik dan ekonomi pada waktu itu; demikian juga sebaliknya bahwa sejarah dalam kitab itu tidak bisa dipahami bila dilepaskan dari harapan dan kekhawatiran iman umat Allah yang terus bergema di dalamnya .

Sebelum tulisan-tulisan apokaliptik seperti I Enoch dan Daniel muncul antara abad ketiga dan kedua sebelum masehi, ada masa persiapan yang cukup panjang. Namun masih menjadi perdebatan apakah tulisan-tulisan kanonik yang muncul dalam masa itu dapat disebut ‘apokaliptik’ ataukah disebut ‘embrio’ . Yang jelas bahwa masa-masa intertestamen dan beberapa abad sebelumnya ditandai oleh perkembangan pesat budaya helenistik yang merupakan cita-cita Alexander Agung (336-323 SM) dan para penggantinya, dan bahwa apokaliptik yahudi merupakan sebuah protes terhadap nilai-nilai yang dibawa oleh budaya itu.
Alexander Agung dan para penggantinya (Ptolemeus dan Seleukus) memberikan toleransi yang membuat Yudaisme dan Helenisme bisa hidup bersama. Meski begitu, beberapa tua-tua Yahudi melihat Helenisme sebagai sebuah ancaman terhadap Yudaisme . Mereka mengganggap bahwa pengaruh Helenisme akan menjadi penghambat pelaksanaan janji Allah melalui para hambaNya yaitu para nabi. Namun toleransi yang terapkan oleh Alexander Agung dan para penggantinya hilang pada masa kepemimpinan Antiokhus Epifanes IV (175-163 SM) . Takut akan perpecahan yang dapat timbul pada kerajaannya, dia menerapkan helenisasi secara lebih ketat. Ini membawa pengaruh besar baik secara sosial, kultural dan religius bagi kehidupan orang Yahudi . Contoh yang sangat jelas adalah ketika Antiokhus menunjuk sendiri Imam Agung, terjadi pemberontakan di kota. Antiokhus marah dengan pemberontakan ini dan memutuskan untuk memberi pelajaran kepada orang-orang Yahudi. Dia mencemarkan Bait Suci dan menjarah isinya, dan pada tahun 167 SM mengeluarkan sebuah peraturan yang melarang rakyat untuk hidup menurut aturan nenek moyangnya. Simbol-simbol agama Yahudi dilarang dengan ancaman hukuman mati. Dia memahkotai kekejian ini dengan mendirikan sebuah altar kepada Zeus Olimpus di Bait Allah dan mempersembahkan daging babi di situ (2 Mak. 6:2; Dan 11:31,12:11) . Salah satu kaum yang menentang peraturan raja itu adalah Makabe. Mereka mengadakan perlawanan fisik terhadap campur tangan raja Antiokhus Epifanes di dalam urusan kehidupan adat dan agama mereka . Di samping kelompok Makabe, ada juga kelompok yang melawan tanpa memakai kekerasan. Menurut mereka perlawanan fisik bukan cara yang bijaksana. Mereka mendalami arti berteguh sebagai orang Israel dalam situasi itu. Mereka mengharapkan Tuhan segera mengakhiri kesesakan mereka seperti ketika mereka dibebaskan dari pembuangan .

Krisis yang dialami oleh umat Israel terus berlanjut. Dalam proses waktu dan dengan bantuan orang-orang Romawi, kekuasaan beralih ke tangan Herodes (37-4SM) dan puteranya, tetapi helenisasi terus berlanjut bahkan semakin hebat . Kebangkitan orang-orang Zelot menjadi contoh kebencian yang membara yang dirasakan oleh banyak orang Yahudi terhadap Herodes dan keluarganya dan juga terhadap Prokurator Romawi (6-66) yang memerintah pada masa itu. Kepada mereka dan yang lainnya, perjuangan merupakan perang suci yang mencapai klimaks pada perang Yahudi 66-70, ketika Yerusalem dihancurkan dan bangsa Yahudi dinyatakan musnah .

Kejatuhan Yerusalem pada tahun 70 menandai sebuah krisis yang lebih besar daripada segala yang pernah terjadi sebelumnya sejak masa pembuangan itu sendiri. Hal ini direfleksikan dalam kitab IV Ezra dan II Barukh. Pengarang kitab itu bergulat dengan tragedi yang telah menimpa Yerusalem dan umatnya dan mencoba untuk menemukan penjelasan atas hal tersebut. Kedua pengarang mengikuti jalur yang berbeda, tetapi tanggapan mereka secara esensial sama pada akhirnya-tidak ada solusi yang dapat ditemukan pada tataan dunia saat ini, tetapi hanya pada tatanan masa depan .

Tulisan-tulisan apokaliptik yang kemudian merefleksikan sejarah dan menyumbangkan pemahaman mereka mengenai masa itu dalam suatu jeritan keputusasaan yang juga merupakan sebuah penegasan tentang harapan bahwa Allah di surga akan mendirikan sebuah kerajaan yang tidak akan pernah dihancurkan, juga tidak akan pernah dialihkan kepada bangsa lain; Dia akan menghancurkan semua kerajaan-kerajaan ini dan mengakhiri semuanya, sementara Dia akan bertahan selamanya (Dan 2:44 REB; Why 11:15) . Meski apokaliptik tergolong sastra yang lahir pada masa krisis tetapi tekanan utamanya adalah ketidakpuasan terhadap dunia yang fana .


Akar Apokaliptik

Asal mula apokaliptik telah menjadi bahan diskusi para ahli. Dari diskusi itu ada dua aliran besar yang muncul yaitu mereka yang melihat apokaliptik sebagai perkembangan alami dari unsur-unsur yang sudah ada dalam Yudaisme dan mereka yang melihat apokaliptik sebagai unsur asing yang diambil dari dunia bukan yahudi. Namun saat ini pandangan yang banyak diterima adalah bahwa apokaliptik merupakan hasil dari perpaduan yang kompleks dari unsur asing dan unsur lokal . Dari perpaduan yang kompleks itu, muncul lima pendapat tentang sumber utama sastra apokaliptik .

1. Tradisi Kenabian
Banyak ahli berpendapat bahwa sumber utama apokaliptik yahudi adalah tradisi kenabian Perjanjian Lama. Russel sendiri lebih senang mendeskripsikannya sebagai ‘akar induk’ yang memberi nutrisi kepada apokaliptik sehingga dapat menjadi ‘bunga’ pada sekitar abad kedua SM . Namun sebenarnya telah diketahui bahwa asal mula apokaliptik dapat ditelusuri jauh ke belakang dan bahwa eskatologi kenabian adalah faktor yang paling penting dalam proses pengembangannya. Dalam hal ini eskatologi kenabian dan eskatologi apokaliptik dilihat sebagai dua hal yang berkelanjutan . Namun perkembangan itu dipengaruhi oleh kondisi sosial dan politik.

P.D. Hanson mengatakan dengan jelas bahwa apokaliptik merupakan suatu gaya yang diasumsikan oleh eskatologi kenabian ketika dipindahkan ke dalam situasi yang baru dan radikal pada komunitas sesudah pembuangan. Otto Plöger juga berpendapat yang sama ketika dia menelusuri asal mula apokaliptik sampai pada harapan-harapan eskatologi kenabian pada abad kelima SM dan melalui tulisan seperti itu dalam Yes 24-27, Zak 12-14 dan Yoel 3-4 sampai mendapat bentuk yang sudah jadi pada Daniel di abad kedua SM . Hanson juga melihat tradisi kenabian akhir Israel - dari abad keenam dan selanjutnya - untuk membuktikan transformasi eskatologi kenabian ke apokaliptik. Dengan demikian dia dapat mendeskripsikan Deutero Yesaya sebagai proto apokaliptik (abad enam akhir), Zak 12-13 sebagai apokaliptik pertengahan (middle apocalyptic) (pertengahan pertama abad keenam), serta Trito Yesaya dan Zakaria 11 sebagai apokaliptik yang sudah jadi (475-425 SM). Selain itu perkembangan dari kenabian sampai pada apokaliptik tidak hanya meliputi isi eskatologis dari tradisi kenabian saja, tetapi juga gaya sastranya.

2. Tradisi Kebijaksanaan
G. Von Rad pada abad 19 mengembangkan gagasan tentang tradisi kebijaksanaan sebagai sumber apokaliptik yahudi . Dia mengumpamakan tradisi kebijaksanaan sebagai tanah yang menjadi tempat apokaliptik tumbuh, sekalipun dengan bantuan sumber-sumber asing. Dia menunjuk pada fakta bahwa pada kitab apokaliptik dari abad kedua SM dan selanjutnya sangat sedikit, jika ada, para nabi dinamai dengan nama pengarang atau pahlawan yang bersifat rekaan, sementara tokoh seperti Daniel, Enoch, dan Ezra termasuk orang-orang yang bijaksana . Lebih lagi, kitab seperti itu dikaitkan bukan hanya dengan sejarah tetapi juga dengan alam dan dengan tatanan dunia yang harmonis - musim yang berubah, pergerakan benda-benda langit, minat pada geografi dan meteorologi, dll - masalah-masalah yang menyangkut kebijaksanaan. Berkaitan dengan sejarah, dia berpendapat bahwa Allah telah menentukan segala sesuatu sesuai dengan waktunya masing-masing dan sejarah dipandang sebagai pengantar tatanan dunia yang trasenden . Ini berbeda dari para nabi yang menganggap sejarah sebagai sarana pewahyuan Allah melalui tindakan penyelamatanNya. Konsep predeterminisme ini bukan karakteritik tradisi kenabian. Sedangkan interpretasi sejarah dalam istilah mimpi dan penglihatan, yang begitu umum pada tulisan apokaliptik, merupakan sebuah fungsi dari “manusia yang bijaksana”. Dari argumen seperti itu dia menyimpulkan bahwa asal mula apokaliptik tidak mungkin dari tradisi kenabian tetapi lebih dari kebijaksanaan itu sendiri. Selain tidak banyak diikuti, gagasan dia ini juga menuai banyak kritik .

3. Metode Penulisan
Meski sudah dijelaskan bahwa sumber utama kitab apokaliptik lebih cenderung berasal dari tradisi kenabian daripada kebijaksanaan, ini tidak berarti bahwa kitab apokaliptik disamakan dengan tradisi kenabian dan betul-betul dipisahkan dari tradisi kebijaksanaan. Tampaknya jelas bahwa meski kitab apokaliptik mempunyai asal usul dari tradisi kenabian, dalam tahap perkembangannya dia sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di antaranya cara penulisan (scribalism) Babylonia yang sudah tersebar luas pada masa helenistik . Kekhasan cara penulisan ini adalah sifatnya yang komprehensif dan minat yang begitu besar dalam penglihatan dan mimpi yang diungkapkan dalam kebijaksanaan yang ilahi. Dalam penulisan dapat dirasakan banyak spekulasi berkaitan dengan tatanan penciptaan, pengetahuan astronomi, astrologi, kosmologi, dan kosmogoni, pergerakan benda-benda langit dan rahasia penciptaan yang dimuat dalam heavenly tablets . Dari sini dapat diketahui bahwa penulis merupakan orang pandai, memiliki banyak pengalaman dan menguasai ilmu kuno. Mereka mampu menafsirkan kembali dalam situasi masa kini pelihat-pelihat dan pertanda pada masa silam dengan teknik penerjemahan yang mempunyai kesejajaran cukup dekat dengan apokaliptik yahudi. Dari studi penulisan di Mesir dan di tempat lain selama masa helenistik, J.Z. Smith menyimpulkan bahwa apokaliptisme merupakan fenomena religius yang berkembang melalui proses pembelajaran .

4. Tradisi Imamat
Pada pandangan pertama tampaknya hubungan antara apokaliptik dan tradisi imamat renggang, misalnya tidak ada minat kelompok imam dalam menjawab pertanyaan eskatologi dan antagonisme . Padahal ada tanda-tanda positif dalam tulisan apokaliptik yang menunjukkan pengaruh tradisi imamat di balik kitab apokaliptik pada umumnya dan sejumlah kitab apokaliptik khususnya. Yang paling jelas ditemukan dalam komunitas Qumran yang mewarisi dan mempraktikkan tradisi imamat, tetapi sekaligus bersifat apokaliptik dalam ungkapan religiusnya. Komunitas Qumran bahkan mengangkat perpektif eskatologi apokaliptik ini ke status ideologi yang berfungsi untuk menafsirkan Kitab Suci, dan ajaran iman mereka . Karena itu komunitas Qumran disebut juga sebagai komunitas apokaliptik .
Minat dalam hal keimamatan dan ritual diilustrasikan dengan baik juga dalam sejumlah karya apokaliptik, misalnya kitab Daniel yang menekankan pentingnya hukum tentang makanan (Dan 1.8), dan juga dalam sentralitas Bait Allah dan cara pengorbanannya (Dan 8:11,14;9:27) . Ini menunjukkan bagaimana komunitas Qumran dipengaruhi oleh pandangan dunia yang diuraikan dalam kitab apokaliptik Daniel .
Faktor penting yang lain adalah pemberian tempat dalam tulisan apokaliptik bagi pentingnya astrologi dan numerologi dan perannya dalam perhitungan kalender yang sangat penting untuk menetapkan berbagai festival keagamaan.
Di samping semua ini, besar kemungkinan masuk pula pengaruh kebijaksanaan yang berhubungan erat dengan jabatan imamat dalam menerjemahan mimpi dan penglihatan (ciri khas apokaliptik). Memang, ada sedikit contoh dalam tulisan apokaliptik di mana kekudusan imam dikaitkan dengan kelayakan dalam praktik-praktik suci (Jub 8.11) dan dalam membaca tanda-tanda pada hewan kurban (Apoc of Abr 15,9ff; II Bar. 4.4) .

5. Pengaruh Budaya
Sudah cukup jelas bahwa pengaruh terhadap perkembangan apokaliptik cukup banyak dan beragam. Menurut para ahli, dalam kitab apokaliptik dapat ditemukan unsur Persia, Mesir dan Mesopotamia yang saling berpadu dan menjadi kekhasan apokaliptik yahudi . Unsur Persia yang khas adalah adalah bentuk dualismenya (konflik antara kekuatan baik dan jahat) yang mempengaruhi Yudaisme pada periode Bait Suci yang kedua . Ini dapat dilihat dalam kitab-kitab awal seperti I Enoch dan Daniel. Figur Enoch berasal dari Kej 5:18-24 tetapi sudah dikembangkan menurut model Enmeduranki, yang merupakan raja ketujuh dalam daftar para raja Sumeria . Enmeduranki mendirikan kelompok para pelihat Babylonia. Dalam kitab Daniel, dapat dilihat pengaruh timur yang beragam dan kisah dalam enam bab awal berlatarbelakang istana kerajaan Babylonia, Media, dan Persia.

Pada masa selanjutnya, seperti yang dilukiskan dalam perjanjian Abraham, pengaruh Yunani lebih tampak. Masa-masa Helenisme dengan campuran antara tradisi dan kepercayaan memadukan timur dan barat menjadi sebuah bentuk yang pada masanya memunculkan literatur yang menyatu sekaligus memiliki kekhasan masing-masing dalam merefleksikan agama dan budaya Yahudi. Peter R. Ackroyd meringkas situasi itu dengan kata-kata: “pengaruh asing mungkin masih terasa, tetapi perkembangan internal yang sangat penting. Pada peristiwa itu, kemungkinan besar ada hubungan interrelationship yang sangat halus antara kedua hal tersebut.” Selain dualisme, unsur yang lain dari Persia yang diambil adalah bukti kebangkitan, pengadilan sesudah kematian, pembagian periode sejarah, kehancuran eskatologi, dan kenaikan jiwa .

Sumber dari Mesir membawa contoh tradisi kenabian yang bersifat politis, seperti dalam teks-teks Mesopotamia. Mesopotamia juga melengkapi dengan contoh dari tradisi kenabian ex eventu yang dikombinasikan dengan prediksi yang otentik seperti terdapat dalam Daniel 11. Namun tampaknya Daniel 8 merusak pengaruh dari astrologi Mesopotamia ini .
Penutup

Dari penjelasan di atas tampak bahwa apokaliptik muncul sebagai bentuk kepercayaan umat berhadapan dengan kontradiksi antara harapan dan fakta sejarah. Di tengah bungkamnya suara kenabian, penulis apokaliptik percaya bahwa mereka sendiri diinspirasikan oleh Allah untuk menafsirkan pesan kenabian kepada generasi mereka. Mereka yakin Allah akan turun tangan untuk mendirikan sebuah kerajaan yang di dalamnya musuh-musuh akan dihancurkan dan Israel akan menerima kekuasaan dan kekuatan untuk selamanya.
Sastra apokaliptik berkembang dengan menerima berbagai pengaruh yang ada pada zamannya. Karena itu dapat dikatakan bahwa dia menjadi bagian dari sejarah tempat dia berkembang. Meski demikian sastra apokaliptik tidak bisa lepas dari tradisi kenabian karena dia merupakan suatu bentuk tafsiran. Tradisi Ibrani tetap menjadi unsur yang pokok dan khusus. Dalam hal ini pemikiran asing (helenistik misalnya) tidak memberi pengaruh yang susbstansial. Karena itu sastra apokaliptik tidak dapat disamakan dengan sinkretisme pengaruh asing. Lars Hartmann menggambarkannya sebagai “tradisi kenabian di antara para penulis.”

2 komentar:

  1. Dangke (terima-kasih).....
    to info pentingnya bagi penulisan karya ilmiahku,
    GBU

    BalasHapus
  2. Slot Machines - Dr.MD
    Best 경상남도 출장샵 Slot Machines for Android. This includes the most important aspects like the bonus game, symbols designation and 삼척 출장마사지 bonus features. Try and win 통영 출장마사지 a number of casino slot  Rating: 4 · 울산광역 출장안마 ‎4 reviews · ‎$1.19 성남 출장안마 · ‎In stock

    BalasHapus