Selasa, 06 Oktober 2009

TOKOH-TOKOH PENTING

TOKOH-TOKOH PENTING

Tan Malaka adalah tokoh yang berjuang dalam dunia politik. Masa perjuangannya penuh penangkapan dan pembungan yang dilukiskan sebagai riwayat “dari penjara ke penjara”. Ia lahir di sebuah desa kecil Pandan Gadang, daerah Suliki, Sumatra Barat pada tahun 1897. Ia termasuk dalam keluarga yang terpandang dan elite. Ia masuk Kweekscool di Bukittinggi, sekolah yang dikenal dengan nama Sekolah Raja. Setelah itu, ia melanjutkan sekolahnya di Negeri Belanda. Keadaan di Negeri Belanda yang tidak sesuai dengan iklim di Indonesia, membuat dia diserang radang paru-paru.

Pada tahun 1919, ia kembali ke Tanah Air. Dia mendapat pekerjaan sebagai guru di Deli, Sumatra Timur. Di sinilah ia melihat situasi yang menyedihkan. Para buruh dipererlakukan seperti hewan. Peristiwa inilah yang membuat dia untuk bergerak dalam dunia politik. Ia sering bertengkar dengan rekan-rekan orang Belanda. Pada tahun 1921, ia kembali ke Jawa dan mulai terjun dalam pergerakan revolusioner.

Pada bulan Desember 1921, ia diangkat menjadi ketua PKI yang ke-II. Tugas utama yang ia jalankan adalah mendamaikan kaum komunis dan kaum muslim. Perdamian serta kooperasi antara kaum muslim dan kaum komunis merupakan salah satu pokok pemikiran politik Tan Malaka. Ia adalah tokoh pejuang revolusioner radikal dan militan yang tak kenal kompromi melawan kolonialisme/imperialism.

Perjuangannya tidak berakhir sampai disitu. Di Negeri Belanda, ia dicalonkan oleh Partai Komunis Belanda dalam pemilihan umum untuk Majelis Rendah. Tapi sayang, ia masih terlalu muda dan belum memiliki hak pilih. Ia melanjutkan perjalanan ke Cina, mendirikan kantor biro Komintern di Kanton dan berkenalan dengan Dr. Sun Yat Sen. Di Cina, dia tidak berhasil dan pergi ke Filipina. Di Filipina dan Singapura, ia berusaha mati-matian untuk mencegah rencana pemberontakan yang akan dilaksanakan oleh PKI untuk melawan rezim Hindia Belanda. Perjuangan untuk menghentikan pemberontakan itu sia-sia. Pada November 1926 dan Januari 1927, pemberontakan meletus di Jawa Barat dan Sumatra Barat, tetapi dalam waktu pendek ditumpas mudah oleh Hindia Belanda. Tan Malaka dituduh sebagai pemberontak dan murtad karena pertentangannya terhadap pemberontakan ini.

Pada bulan Maret 1946, Tan Malaka dan tokoh-tokoh Persatuan Perjuangan ditahan oleh Pemerintah Republik. Ia dipenjara selama kurang lebih dua setengah tahun tanpa tuduhan yang beralasan. Setelah dibebaskan, ia mendirikan paratai baru, Partai Murba. Ia berusaha meneruskan perjuangan, tetapi mungkin pada tahun 1949 dalam perang gerilya ditahan dan ditembak mati oleh pasukan Rebublik di Jawa Timur.

Haji Agus Salim merupakan keluarga terpandang dari Tanah Minang, Kota Gadang. Ia adalah sosok yang cerdas yang menjadikannya “amat lincah” dalam berargumentasi dan unik karena mempertahankan kesederhanaan dan berani menderita. Haji Agus Salim merupakan anak yang memiliki kecerdasan yang andal. Tapi sayang, dia mengalami hambatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi, walau ia mendapat nilai tertinggi di sekolahnya. Hal ini diketahui oleh R.A Kartini sehingga ia mengirim surat kepada Ny. J.H. Abendanon istri dari pejabat yang menentukan pemberian beasiswa. Tanpa diduga, Haji Agus Salim menolak tawaran itu. Ia tidak menghendaki kalau itu hanya inisiatif dari orang lain. Kalau memenang Pemerintah Kolonial Hindia Belanda menghargai kecerdasan dan jerih payahnya, tentu beasiswa itu pantas diberikan, tanpa diusulkan oleh orang lain. Di sinilah, ia melihat tindakan diskriminatif dari pemerintah Kolonial terhadap warga yang satu dan yang lain.

Ketika terjun ke bidang politik, ia harus menghadapi cobaan yang amat berat. Baik itu saat ia memasuki lingkungan Serikat Islam. Ia dituduh oleh Mr. Singgih sebagai intel Belanda. Ia masuk Partai Serikat Islam dengan membawa tugas pemerintah Belanda untuk membubarkan perkumpulan itu. Tapi Partai Serikat Islam yang bercabang di Jogja mengundang Mr. Singgih, Redaksi Timboel, untuk membuktikan tuduhan itu. Tapi nyatanya, Mr. Singgih tidak mampu meyakini juri atas tuduhan-tuduhan tersebut. Tuduhan yang diberikan oleh Mr. Singgih hanyalah isu-isu belaka.

Haji Agus Salim merupakan tokoh yang memiliki pengetahuan yang sangat luas. Ia adalah seorang pemimpin sekaligus cendikiawan. Meskipun demikian, ia tetap hidup sederhana apa adanya. Bersama keluarga selama periode perjuangan Haji.A.S tidak jarang menghadapi hidup yang melarat dan menderita. Ia juga tidak memiliki pekerjaan yang tetap dan sering berpindah rumah. Puluhan kali hal itu dijalaninya, baik waktu di Jogja maupun di Surabaya. Ia merupakan pribadi yang tabah dan berani menerima segala resiko. Pribadi ini tidak hanya bagi dirinya tetapi juga terwariskan pada anak-anaknya.

Soekarna – Hatta merupakan tokoh yang memiliki jasa besar bagi Bangsa Indonesia. Mereka berdua yang dijuluki Dwitunggal. Kedua tokoh ini memiliki pengaruh yang sangat penting di bidang dan pekerjaannya masing-masing.

Bung Karno lahir pada 6 Juni 1901 dan Bung Hatta lahir pada 12 Agustus 1902. Masa remaja mereka sama-sama merangkak di kolong penjajahan: Bung Karno di Surabaya, kota kapitalis Belanda, Bung Hatta di Bukittinggi, kota tangsi militer penjajah kemudian di Batavia, pisat pemerintahan penjajahan. kedua-duanya sama-sama dari sumur Serikat Isalam. Keduanya sama-sama aktif berorganisasi: Bung Karno di jong Java (JJ), Bung Hatta di Jong Soematranen Bond (JSB). Kedua tokoh menunjukan kesamaan yang memiliki pengaruh besar. Bung Karno, menimbulkan kegemparan karena pidatonya disampaikan dengan bahasa rakyat, Jawa Ngoko. Bung Hatta menjadi bendahara yang ketelitian dan kejujuran selalu dapat diandalkan. Mereka juga mengembangkan semangat nasionalisme.

Bung Karno memikirkan kepadatan penduduk yang semaikin bertambah tetapi kemakmuran tidak tercapai oleh pemerintah, politik Hindia Belanda saat itu. Masalah pemerintahan itu adalah penjajah yang harus diakhiri dengan pergerakan rakyat. Sebaliknya dengan Bung Hatta, ia semakin sukses dalam organisasi majalah. Hatta adalah orang cerdas dalam mengelola keuangan. Ia tidak hanya bekerja cepat dan teliti sebagai bendahara, tetapi juga tokoh pemikir dalam organisasi.

Dalam pidatonya, Bung Hatta mengatakan bahwa penjajah tidak akan melepaskan Negara jajahan dengan sukarela. Jajahan yang mau merdeka harus berjuang melepaskan diri dengan paksa. Jajahan akan merdeka jika percaya dengan kekuatan sendiri. Percaya akan kekuatan sendiri dapat dibangun dengan organisasi yang baik. Pidatonya itu telah berhasil membangun argumen perlawanan terhadap penjajahan. sebaliknya dengan Bung Karno. Asas, metode dan tujuan perjuangan kebangsaannya mantap pada masa jaya PNI yang dipimpinnya.

Bung Karno memiliki tiga versi dalam perjuangan untuk mencapai Indonesia Merdeka: agitasi massa untuk menggugah semangat nasional; lalu menggembleng semangat nasional menjadi tekad nasional; terakhir tekad nasional diwujudkan dalam aksi massa atau tindakan nasional yang nayata. Indonesia merdeka lebih mengikuti versi Bung Karno daripada versi Hatta yaitu menggalang kekuasaan dan menggunakannya.

Selama sekitar 20 tahun Bung Karno mengikuti versinya itu, menggalang kekuasaan dan menggunakan kekuasaan itu lewat “revolusi terus menerus”. Para elite dan rakyat berlomba memusatkan pikiran dan tenaga untuk berperan, dan berkuasa dalam gelombang revolusi itu. Baik diam-diam maupun terang-terangan, Bung Hatta tidak menyetujui garis itu. Hatta menghendaki sintesa baru antara versi perjuangannya dan versi Soekarno. Sayang, Bung Hatta tidak mendapat kesempatan. Bangsa Indonesia lebih mudah mengikuti garis Bung Karno. Akhirnya, dengan revolusi itu pemerintah Presiden Soekarno berakhir menyedihkan.

Soeharto yang lahir pada tahun 1921, sejak awal menghadapi hidup yang miskin dan kesulitan. Penderitaan itu mengembangkan dirinya suatu sifat yang keras dan ulet.

Pada tahun 1940, ia bergabung KNIL. Dia bergabung dengan polisi pendudukan Jepang, mungkin bekerja dalam bidang intelijen lalu pada tahun 1943 dengan tentara Peta yang dirancang untuk menghadapi ancaman invasi Sekutu.

Latar belakang dan pengalamanya, serta bakatnya memimpin pasukan, membuatnya ditunjuk menjadi leknan Kolonel, sebagai komandan batalyon di wilayah Jogjakarta. Sepanjang periode Perang Kemerdekaan, dia menegaskan reputasinya sebagai tentaranya tentara, keras dan tak kenal kompromi seorang komandan yang baik dan pelindung anak buahnya, memiliki strategi dan taktik yang tajam, sangat setia pada perjuangan Bangsa Indonesia yang baru lahir itu. Pada tahun 1948, ia dikirim ke Madiun untuk menupas pemberontakan komunis. Pada Maret 1949, ia memimpin serangan terhadap Jogjakarta, setelah Jogjakarta diserang pasukan Belanda pada akhir tahun 1948. Pada akhir masa revolusi, ia naik menjadi orang yang akrab dengan Presiden, menteri Kabinet, Jendral dan Sultan. Pada tahun 1950, ia dikirim oleh Republik Indonesia Serikat menumpas elemen-elemen bandel dari bekas tentara colonial Belanda di Sulawesi Selatan. Banyak konflik dan ketegangan yang ia atasi karena menjadi tentara yang dapat di percaya namun ada juga yang mengalami kegagalan dan tanpa hasil. Pertengahan tahun 1956, dia di tunjuk sebagai Panglima Devisi Diponegoro.

Pada Maret 1966, ia berkomplot untuk memaksa Presiden Soekarno mengeluarkan Supersemar, sebuah mandat Presiden yang menugaskan Soeharto untuk mengambil langkah apa pun untuk menjaga keamanan dan melindungi bangsa.

Pada tahun 1967, ia diangkat sebagai pejabat presiden dan tahun 1968, menjabat penuh sebagai presiden karena Soekarno sudah sakit-sakitan. Tahun 1971, ia menghabisi partai-partai politik sebagai pusat kekuasaan yang efektif, menetralisasi mahasiswa, mempersatukan kembali militer, menjamin kemenangan Golkar dalam pemilu, dan menghidupkan kembali perekonomian yang merana. Dia menjadi tokoh penguasa yang dibutuhkan, independen dan benar-benar menakutkan. Ia semakin mudah tersinggung dan tidak mampu mengatasi ketamakan anak-anaknya.

Pada tahun-tahun terakhir pemerintahannya, ia mengalami banyak kekacauan. Proyek mobil Timor yang gagal, dan ditinggal mati Ibu Tien. Pada tahun 1997, perekonomian semakin berantakan dan pengunduran dirinya karena tidak mendapat dukungan penuh lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar